kemana mata rantai yang putus?

january 29/ 2115

ga nyangka, after a while, the feeling comes back. please read this first: "sekarang atau 50 tahun lagi."

waktu dulu gw maba, kakak2 kelas yang ngeospek gw mendewa2kan adult learning (yang semuanya pakai logika, semuanya berdasarkan data, yang semuanya secara ideal tampak benar dan ya ideal), yang jauh dari sami'na wa atho'na, kami dengar, dan kami taat. tanpa telaah.

semakin jauh dari idealisme mahasiswa baru yang masih fresh euforia 'yes, i am the man,' di kampus ini, semakin kerasa lelahnya menelaah peraturan dan keputusan yang kadang out of logic. temen2 pada suka bilang: 'namanya juga fk', and all statements which implied surrender and theres-nothing-we-can-do stuff.

there's always something we can do. masalahnya: do we care and dare to do it? misalnya, do we care untuk ketemu dr. nadjwa untuk ngundur waktu final draft submission yang emang ga masuk akal dari awal? if yes, do we dare ketemu dokter yang.....sebenernya bikin gw sedikit deg2an.

cukup dengan care and dare? engga. mesti istiqamah, mamen.

care and dare itu acute treatment, istiqamah itu chronic. tapi kalo masalah culture, bureaucracy yang super aneh dan ga ngerti lagi ini, ini butuh lebih dari istiqamah. butuh obsession dan repeated chances untuk ngebenerin ini semua.

care --> dare --> continuity --> strength --> obsession to make up all the mess.sumpah, males ngurusin ginian. tapi kalo gw ga seneng, atau at least membuat hal ini sesuatu yg bikin gw berkembang. 3,5 tahun gw ngurusin angkatan, cuma debu yang disapu ilang. hell. i gotta tak some benefits from this. i gotta learn from things i dislike the most.

No comments:

Post a Comment